Definisi Kata Ulil Albab
Kata Ulil Albab dalam pengertian secara sederhana sering diartikan sebagai orang yang Berakal atau orang yang berfikir.
Pengertian ini tidak salah kalau kita tinjau dari sudut istilah bahasa
Indonesia. Akan tetapi, mungkin sudah waktunya kita memahami dan
mendalami dengan lebih mendalam dan lebih spesifik lagi. Sehingga kita
dapat merenungi secara seksama arti kata ulil albab. Sehingga
setiap kita membaca ayat suci Al-Qur’an akan menjadi lebih menghayati
lagi makna yang terkandung di dalam hati kita.Mari kita lihat beberapa
surat di dalam Alqur'an yang mengandung kata Ulil Albab.
إِنَّفِي خَلْقِالسَّمَاوَاتِوَالأَرْضِوَاخْتِلاَفِاللَّيْلِوَالنَّهَارِلآيَاتٍلِّأُوْلِيالألْبَابِ
الَّذِينَيَذْكُرُونَاللّهَقِيَامًا
وَقُعُودًاوَعَلَىَجُنُوبِهِمْوَيَتَفَكَّرُونَفِي
خَلْقِالسَّمَاوَاتِوَالأَرْضِرَبَّنَامَاخَلَقْتَهَذا
بَاطِلاًسُبْحَانَكَفَقِنَاعَذَابَالنَّارِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi Ulil Albab.
(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka". (Ali Imran: 190-191)
Dalam kitab-kitab terjemahan Al-Qur'an, kata Ulil Albab seringkali
dimaknai dengan "orang-orang yang berakal atau berpikir", karena merujuk
pada kalimat di dalam Surat Ali Imran ayat 191, "dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi". Kemudian banyak yang menafsirkan bahwa "orang-orang yang berpikir" tersebut
adalah para cendekiawan adalah seorang pemikir atau seorang ilmuwan. Apakah setiap orang yang
melakukan aktivitas berpikir seperti mereka otomatis termasuk di dalam golongan Ulil
Albab?. Jawabannya adalah belum tentu, karena Dalam ayat diatas sudah dipaparkan dengan begitu jelas, bahwa definisi dari
Ulil Albab adalah meliputi semua yang tertulis seperti berikut
"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi."
Dalam uraian di atas dapat kita lihat bahwa sebelum melakukan aktivitas
berpikir, seseorang akan dikatakan
sebagai Ulil Albab jika ia telah mampu melaksanakan keiatan dzikir dalam
artian selalu mengingat Allah dalam segala kondisi. Baik dalam keadaan
berdiri, duduk,
berbaring bahkan pada saat sedang berpikir, dirinya tidak pernah
terlepas dari dzikir.
Kita telah mengetahui dengan jelas bahwa manusia adalah makhluk paling
sempurna karena dikaruniai oleh Allah berupa akal pikiran, punya nalar
untuk menentukan mana yang salah dan mana yang benar, mana yang baik dan
mana yang buruk. Tapi, jika kata ulil albab dipahami hanya sebagai ‘orang-orang yang berpikir’ seperti ayat di
atas sangatlah tidak tepat, karena tidak semua
orang dari kita yang berakal ini, mampu mengambil pelajaran dari kisah
para nabi.
Pada kisah Nabi Ibrahim, misalnya, bagaimana mungkin Beliau tega
untuk membawa, dan kemudian meninggalkan istrinya Siti Hajar r.a. yang
baru melahirkan Ismail as, dan Ismail as sendiri ketika itu masih
seorang bayi merah, di tengah padang pasir mekkah yang tandus, tanpa
bekal dan tanpa air, selama sebelas tahun lamanya? Sementara Nabi
Ibrahim sendiri setelah itu justru pulang ke istrinya yang lain, Siti
Sarah r.a., dan baru kembali menyusul mereka sebelas tahun kemudian.
Tindakan beliau seakan-akan sangat tidak berperi kemanusiaan dan
jelas melanggar HAM. Walaupun pada akhirnya, dalam kehausan yang amat
sangat, Ismail kecil menendang-nendang pasir dan muncullah dari sana
sumber air zamzam. Siti Hajar yang berlari bolak-balik ke sana kemari
mencari air antara bukit Shafa dan Marwa, hingga sekarang diabadikan
dalam salah satu ritual ibadah haji. Baru bertahun-tahun kemudian
Ibrahim a.s datang kembali ke tempat itu, untuk membangun Ka’bah bersama
Ismail dan Hajar. Berabad-abad kemudian, tempat itu menjadi sebuah kota
bernama Mekkah.
Berdasarkan keterangan diatas, jika kita manusia yang sudah memiliki akal, tapi masih bingung dengan
takdir kita yang mungkin tidak menyenangkan, dengan musibah, dengan
makna hidup, dengan perilaku para Nabi yang tidak sesuai dengan kehendak
kita, bingung dengan kehidupan, bingung kenapa harus ada bencana, atau
tidak mampu memahami ayat-ayat mutasyabihaat dalam Al-Qur’an, artinya
kita memang berakal, tapi belum termasuk ke dalam golongan yang ulil albab.
Comments
Post a Comment
Setelah membaca, Klik Iklan untuk Membantu Admin dan Tinggalkan Komentar. Thank You! :